Korlantas Polri Siapkan Tilang Berbasis Poin, Agar Pelanggar Jera
Ilustrasi Tilang.
indopers.net, Surabaya – Korlantas Polri berencana menerapkan tilang berbasis poin. Brigjen Aan Suhanan Dirgakkum Korlantas Polri mengatakan, dalam sistem ini setiap pemegang SIM dibekali 12 poin. Poin akan berkurang apabila pemilik SIM melanggar peraturan lalu lintas (lalin). Pelanggaran sedang atau kelalaian ringan akan dikurangi satu poin, pelanggaran sedang tiga poin terkurangi dan pelanggaran berat dikurangi lima poin.
Apabila 12 poin ini habis, maka SIM tidak bisa diperpanjang dan harus membuat baru. Sistem ini juga akan terkoneksi dengan ETLE sehingga perhitungan poinnya akurat.
Kombes Pol Muhammad Taslim Dirlantas Polda Jatim mengatakan, tilang berbasis poin SIM ini karena penerapan denda pelanggaran lalu lintas selama ini belum memberikan efek jera kepada masyarakat.
Kemudian berdasarkan evaluasi penegakan hukum lalu lintas yang sudah diterapkan sejak Polri dibentuk sampai saat ini, ditemukan kecenderungan kalau masyarakat lebih takut akan keberadaan petugas di lapangan bukan takut dengan peraturan yang berlaku.
Sementara berdasarkan hasil evaluasi lalu lintas, Taslim menyebut, di Jawa Timur setiap harinya ada hampir 15 orang yang meninggal sia-sia di jalan. Jiwa yang meninggal ini rata-rata berusia 16-60 tahun dengan presentase 82 persen.
“Arah tilang poin setiap pelanggaran yang terjadi akan diberikan poin. Semakin besar potensi kecelakaan tentu poinnya semakin besar, diharapkan dengan memberikan sanksi demikian membuat pengguna jalan lebih taat di jalan,” kata Taslim, Kamis (3/11/2022).
Ia menambahkan, agar pemilik SIM yang poinnya habis akibat terus melakukan pelanggaran diberikan sanksi atau jeda waktu supaya dapat mendapatkannya kembali.
“Kalau menurut hemat saya orang yang sudah dicabut poinnya diberikan sanksi atau jeda waktu. Diberikan blacklist 5 tahun untuk mendapatkan SIM karena dia harus merubah mindset-nya, perilakunya,” tegasnya.
Kemudian terkait penerapan tilang berbasis poin di Jawa Timur ia memastikan belum akan dilakukan dalam waktu dekat karena belum ada pembicaraan lebih lanjut.
“Saya belum melihat regulasinya, kalu belum ada tentu tidak bisa dilakukan,” ungkapnya.
Djoko Setijowarno Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia menilai sebelum kebijakan ini diberlakukan masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki, salah satunya yaitu membuat sekolah mengemudi.
“Di luar negeri sebelum bikin SIM sekolah dulu. Kalau sekolah mengemudi lulus, baru ikut ujian. Kalau tidak lulus ujian balik sekolah lagi. Tujuannya agar SIM diberikan kepada orang yang benar-benar ahli. Kalau di Indonesia langsung ujian SIM,” kata Djoko.
Ia juga merekomendasikan perbaikan dimulai dari hulunya supaya ketika kebijakan ini diterapkan bisa lebih bermakna. (siman)
302 total views, 2 views today