Tiga Hakim Tipikor Jakarta Jadi Tersangka Penerima Suap Perkara Rekayasa Putusan CPO.

Tiga Hakim Tipikor Jakarta Jadi Tersangka Penerima Suap Perkara Rekayasa Putusan CPO.

indopers.net | Jakarta – Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan tersangka baru kasus rekayasa putusan dalam kasus izin ekspor crude palm oil (CPO), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Tersangka barunya yaitu Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin Hakim PN Jakarta Pusat yang memutuskan para terdakwa korporasi sawit lepas dari segala tuntutan hukum atau istilahnya onslag.

Penetapan status hukum itu disampaikan Abdul Qohar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Minggu (13/4/2025) malam, di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan.

Menurut Qohar, ketiga tersangka baru tersebut terindikasi menerima uang suap sebanyak Rp22,5 miliar dari perusahaan sawit terdakwa kasus izin ekspor CPO lewat Muhammad Arif Nuryanta Ketua PN Jakarta Selatan yang sudah lebih dulu berstatus tersangka.

Uang suap itu diberikan sebanyak dua kali. Pertama, Rp4,5 miliar berbentuk Dollar Amerika Serikat, di ruangan Arif Nuryanta waktu itu masih menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

Lalu, pada September-Oktober 2024, Arif Nuryanta kembali menyerahkan uang Rp18 miliar kepada Djuyamto, di depan Kantor BRI, Pasar Baru, Jakarta Pusat.

Selanjutnya, Djuyamto yang ditunjuk sebagai ketua majelis hakim yang memeriksa dan mengadili membagikan uang haram itu kepada Agam Syarif Baharuddin serta Ali Muhtarom selaku anggota majelis.

“Untuk ASB menerima uang Dollar AS yang bila disetarakan Rupiah setara Rp4,5 miliar, DJU menerima uang Dollar AS setara Rp6 miliar, dan AM menerima uang Dollar AS setara Rp5 miliar,” ujar Qohar.

Atas perbuatan yang disangkakan, ketiga orang Hakim PN Jakarta Pusat tersebut terancam jerat Pasal 12 c juncto Pasal 12B juncto Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sekadar informasi, kasus korupsi perizinan ekspor CPO berawal dari kenaikan harga bahan baku minyak goreng di pasaran pada periode Januari-Maret 2022.

Kenaikan harga itu memicu perusahaan sawit gencar mengekspor CPO ke luar negeri. Sehingga, mengakibatkan berkurangnya pasokan minyak sawit di Tanah Air.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, Pemerintah Indonesia melarang ekspor CPO beserta produk turunannya.

Larangan ekspor CPO rupanya mendorong sejumlah perusahaan menyuap oknum pejabat di Kementerian Perdagangan, untuk menerbitkan izin ekspor.

Berdasarkan pengusutan, tanggal 16 Juni 2023, Kejagung menetapkan tiga perusahaan minyak sawit, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka korporasi.

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, jaksa menuntut ketiga terdakwa korporasi membayar denda masing-masing Rp1 miliar, dan uang pengganti sebanyak Rp17,7 triliun.

Rinciannya, PT Wilmar Group harus membayar uang pengganti Rp11,8 triliun, Permata Hijau Group Rp937,5 miliar, dan Musim Mas Group Rp4,8 triliun.

Selain itu, jaksa juga meminta hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa penutupan perusahaan maksimal selama satu tahun.

Sesudah serangkaian persidangan, Rabu (19/3/2025), Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta menyatakan perbuatan ketiga terdakwa terbukti. Tapi, para hakim menilai perbuatan korporasi itu bukan suatu tindak pidana.

Majelis Hakim yang dipimpin Djuyamto serta Hakim Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharudin selaku anggota juga memerintahkan pemulihan hak, kedudukan, kemampuan, harkat serta martabat para terdakwa seperti semula.

Tidak terima dengan putusan pengadilan tingkat pertama itu, Kejaksaan Agung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.(udn)

 75 total views,  24 views today

indopers.net

Menyampaikan Kebenaran Yang Jujur Untuk Keadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!