Perkawinan Usia Dini Masih Saja Terjadi, Ini Harapan Kepala KUA Kecamatan Besuki Tulungagung
indopers.net | Tulungagung (Jatim) –
Perkawinan dibawah umur atau sering disebut juga Perkawinan dini, adalah sebuah perkawinan yang terbentuk sebelum seseorang yang kawin itu mencapai umur yang dipandang matang secara jasmani dan rohani untuk berumah tangga. Matang jasmani dan rohani terkait dengan aspek kesehatan, biologis, mental dan spiritual.
Syaifudin, S.Ag selaku Kepala KUA ( Kantor Urusan Agama) Kecamatan Besuki menyampaikan, untuk jumlah perkawinan usia dini ( dibawah umur) diwilayahnya tiap tahun terus menurun.
Syaifudin menjelaskan, untuk tahun lalu ( 2022) ada 5 perkawinan . Sedangkan untuk tahun 2023, angka tersebut naik, yakni ada 9 perkawinan. Masih menurut Syaifudin, ada berbagai faktor yang melatar belakangi sehingga masih ada pengajuan perkawinan usia dini. Diantaranya
perhatian orang tua sangat penting dalam memantau pergaulan anak. Kecanggihan teknologi juga mempengaruhi, selain komunitas pergaulan keseharian anak itu sendiri.
Hal tersebut diungkap oleh Syaifudin saat disambangi dikantornya Kamis, 4/1/2024. Syaifudin juga menambahkan, ada Bimbingan Perkawinan ( Bimwin) kepada masyarakat dengan fungsi preventif yaitu lebih bersifat mencegah agar sesuatu tidak terjadi. Ada dua macam Bimwin, yaitu, bimbingan perkawinan pranikah bagi calon pengantin dan bimbingan remaja usia sekolah.
Kita ketahui bersama, secara yuridis, apabila terdapat calon pengantin yang belum memenuhi batas minimal usia perkawinan, orang tua mereka dapat mengajukan permohonan ke pengadilan yang dikenal dengan istilah dispensasi kawin (Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974). Dalam hal ini, Pengadilan Agama memiliki kewenangan absolut untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara permohonan dispensasi kawin. Atas hal tersebut, setelah berlakunya usia perkawinan minimal 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan, Pengadilan Agama malah ‘kebanjiran’ perkara permohonan dispensasi kawin.
Tentu saja ini dilema, Di satu sisi dinaikkannya batas minimal usia menikah dimaksudkan untuk mengatasi perkawinan anak. Akan tetapi di sisi lain, undang-undang menawarkan alternatif apabila perkawinan akan dilangsungkan oleh pihak yang belum memenuhi batas minimal usia menikah. Hal tersebut semacam menambal satu lubang yang bocor, namun membiarkan lubang lainnya tetap terbuka.
Sementara itu, dampak negatifnya, kurang bertanggung jawab, psikis dan mental kurang siap, sulit beradaptasi, lebih egois dan ingin menang sendiri, masa remaja lebih cepat berakhir, terjadinya kehamilan di usia yang belum matang. “Juga kondisi ekonomi keluarga belum stabil, rentang terjadinya perselisihan yang berkepanjangan.
(lgeng)
285 total views, 1 views today