Kasek SMA Negeri 1 Tinada Pakpak Bharat Diduga Pungli, Dalihnya Untuk Uang SPP
indopers.net | Pakpak Bharat (Sumut) – Pungutan liar (Pungli) berkedok sumbangan untuk sarana prasarana sekolah diduga terjadi di Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan temuan dari DPD LSM Garda Peduli Indonesia Kabupaten Pakpak Bharat, pungli tersebut terjadi di SMA Negeri 1 Tinada. Adapun besaran uang yang dikutip sebesar Rp.60.000 perbulannya.
Kepala SMA Negeri 1 Tinada, Asni Boangmanalu saat dikonfirmasi terkait digaan pungli tersebut membantah telah melakukan pengutipan uang komite, tapi pihaknya membenarkan adanya uang spp. Menurutnya hal itu merupakan kesepakatan dari hasil rapat orang tua bersama dengan komite sekolah.
“Tidak ada dikutip uang komite tur, kami ga pernah ngutip uang komite, tapi uang spp ada, itupun orang tuanya kemarin rapat sama komite itu.” Ujar Asni pada Selasa (28/3/2023) via whatsapp seluler.
Asni menjelaskan uang sebesar Rp.60.000 tersebut digunakan untuk membayar kekurangan gaji sejumlah guru honorer yang mengajar di SMA Negeri 1 Tinada.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPD GPI Pakpak Bharat, Agus Padang mengatakan pengutipan sumbangan yang dikenakan pihak SMA N 1 Tinada terhadap walisiswa tersebut merupakan tergolong tindakan pungli.
Menurutnya hal itu sangat bertentangan dengan UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU. RI Nomor 20 Tahun 2001.
“Sekolah negeri merupakan sekolah milik umum yang telah dibiayai oleh pemerintah. Sebagai wujud pelayanan untuk masyarakat mendapatkan pendidikan, tanpa mengharapkan keuntungan. Namun yang terjadi pihak sekolah SMA Negeri 1 Tinada malah menarik biaya tinggi dengan dalih SPP,” ujarnya saat ditemui di Sukaramai, Kerajaan.
“Uraian uang spp itu sebesar Rp.60.000 persiswa kali berapa siswa? Berapa sih guru honorer yang mau digaji dari uang spp? Apalagi sebagian guru honorernya kan sudah berstatus GTT Provinsi. Bisa dibayangkan kalau setiap tahun pihak sekolah mengenakan biaya sebesar itu kepada siswa, tentu bukan angka yang sedikit,” ungkapnya.
Pembebanan biaya tersebut, lanjutnya, tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Seperti yang tercantum dalam Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) tertulis kriteria para Aparatur Sipil Negara (ASN) bisa terjerat UU Tipikor. “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,” bunyi pasal tersebut. ASN itu bisa dipidana dengan pidana Penjara seumur hidup atau pidana Penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Ditanya akankah pihak sekolah bisa dijerat pasal di UU Tipikor meski pungli itu hasil rapat bersama orang tua siswa, Agus menjawab, tetap bisa. “Itu modus lama. Mereka mengatasnamakan atau bekerja sama dengan orang tua siswa,” terangnya.
Suatu perbuatan yang dilarang peraturan perundang-undangan, seperti pungli, tetap terlarang ya, meskipun disetujui atau bahkan diprakarsai komite sekolah/orang tua siswa,
lanjutnya.
Tak hanya itu, Agus juga meminta Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara dan Tim Saber Pungli Polres Pakpak Bharat agar segera turun tangan melakukan penyidikan. Diungkapkannya, ini sudah jelas jelas pungli dengan adanya dugaan pungutan dimana uang dimaksud sudah dipatok sebesar Rp. 60.000.
“Apapun bentuknya, satuan pendidikan dasar di bawah pemerintah dilarang memungut uang dalam bentuk apapun, titik, tidak ada alasan apapun,” katanya.
Agus menambahkan, dirinya juga akan mendatangi polres setempat guna membuat laporan agar praktek-praktek pungli di dunia pendidikan seperti diatas tidak terjadi lagi. Khususnya di SMA Negeri 1 Tinada, Pakpak Bharat.
“saya akan menambahkan, dirinya juga akan mendatangi polres setempat guna membuat laporan agar praktek-praktek pungli di dunia pendidikan seperti diatas tidak terjadi lagi. Khususnya di SMA Negeri 1 Tinada, Pakpak Bharat. “saya akan mendatangi sekolah tersebut dan akan saya minta pertanggung jawabannya, jika benar adanya dengan pungutan dimaksud saya langsung buat laporan ke polres,” pungkasnya. (Tim)
540 total views, 2 views today