Lima Komisioner Sumut Abaikan Perki Th.2021 Yang Menyesatkan Dalam Persidangan.
indopers.net, SUMUT – Sidang ajudikasi nonlitigasi di komisi informasi provinsi sumatera utara antara Pemantau Keuangan Negara/PKN melawan Sekda Provinsi Sumatera Utara yang digelar pada selasa 10 Januari 2023 membuat publik tercengang dan terheran-heran. Sidang dengan agenda Sidang lanjutan ini digelar untuk mendengarkan pendapat para pihak, sidang dilaksanakan di ruang aula persidangan kantor komisi informasi sumatera utara yang bertempat di jl. Alfalah No 22 Suka Maju Kec. Medan Johor – Kota medan.
Menurut pantauan media, Sidang dimulai pada pukul 10.00 wib dan para pihak yang bersengketan hadir pada persidangan tersebut, yakni Pemantau Keuangan Negara (Pemohon) yang diwakili oleh Mariyus Giawa, SIP selaku Kuasa pemohon dan Sekda Pemprov. Sumut (Termohon) yang diwakili oleh kuasanya. 5 (lima) orang komisioner Komisi Informasi Sumatera Utara yaitu Dr. Abdul Haris, SH, M.Kn; Drs. Eddy Syahputra, MSi; Dedy Ardiansyah, S.Sos; Syafii Sitorus; Dr. Cut Alma Nuraflah, MA., Sekaligus hadir dan turut menyidangkan para pihak yang bersengketa pada persidangan tersebut Sidang diketuai oleh Syafii Sitorus dan memimpin jalanya persidangan dari awal hingga selesai.
Namun demikian, persidangan ini sangat miris dan meresahkan bagi Pemantau Keuangan Negara selaku pemohon infomasi dalam mendapatkan haknya sebagaimana dijamin oleh UU No 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi. Hal ini disebabkan karena 5 (lima) orang Majelis Komisioner yang menyidangkan para pihak memiliki pendapat yang sama dalam persidangan yakni permohonan informasi publik yang diajukan PKN kepada PPID Provinsi Sumatera Utara pada bulan Mei 2022 terkait LPSE 2020 tidak sesuai/tidak relevan dengan Perki 1 tahun 2021 yang digunakan oleh PKN, alasanya karena LPSE yang dimohonkan adalah LPSE tahun 2020 maka seharusnya permohonanya tersebut harus berdasarkan Perki 1 tahun 2010 bukan menggunakan Perki 1 tahun 2021. Pendapat tersebutpun disampaikan oleh para Majelis Komisioner tanpa menyebutkan dasar hukum penggunaan Perki 1/2010 dalam meminta LPSE tahun 2020 yang dimohonkan pada tahun 2022.
PKN melalui kuasanya, Mariyus Giawa SIP langsung membatah pendapat para Majelis Komisioner tersebut dengan menyebutkan bahwa PKN menggunakan Perki 1 tahun 2021 sebagai dasar dalam meminta LPSE tersebut adalah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Mariyus mengatakan bahwa berdasarkan :
1. Bunyi Perki 1 tahun 2021 pasal 62 pada aturan peralihanya, menyebutkan bahwa sejak berlakunya Perki ini, permintaan informasi yang masih berproses menggunakan peraturan Perki sebelumnya. Sementara permohonan PKN kami ajukan pada bulan mei 2022 bukan sebelum PERKI 1/2021 diterbitkan dan bukan juga pada masa peralihan antara PERKI 1/2010 dengan PERKI 1/2021 yakni 25 Juni 2021. Jadi disini sangat jelas bahwa PKN tidak salah menggunakan PERKI 1/2021 sebagai dasar permohonan kami dalam memohon LPSE tersebut.
2. Bunyi PERKI 1/2021 pasal 63, dengan jelas dan tegas mengatakan bahwa sejak berlakunya peraturan ini, PERKI 1/2010 dan PERKI 1/2017 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Jadi melalui pasal ini maka permohonan PKN yang kami ajukan pada bulan mei 2022 sudah benar dan sah secara hukum, karena PERKI 1/2010 sudah tidak berlaku lagi.
Demikian ditegaskan Mariyus Giawa dalam persidangan tersebut.
Syafii Sitorus yang bertindak memimpin persidangan hanya menjawab tanggapan Mariyus tersebut dengan menyebutkan bahwa keputusan komisioner ditetapkan berdasarkan pendapat terbanyak dari anggota komisioner, tanpa menyebutkan dasar hukum apa yang dijadikan dasar bagi komisioner untuk berpendapat bahwa permohonan PKN tidak sesuai dengan PERKI 1/2021.
Setelah selesai persidangan, Mariyus Giawa menyampaikan kepada Media bahwa Persidangan hari ini sangat meresahkan dan melukai hati rakyat indonesia khusus nya kami PKN yang memohon keadilan di Komisi Informasi Sumatera Utara ini, Sebab kelima komisioner dengan gampang mengatakan bahwa permohonan PKN tidak sesuai PERKI 1/2021 karena alasan informasi yang dimohonkan adalah LPSE tahun 2020, inikan pendapat menyesatkan bagi masyarakat indonesia, Pembodohan dan Menutup Akses bagi masyarakat untuk memohon informasi publik yang berada pada periode sebelum PERKI 1/2021 diterbitkan. Padahal UU 14/2008 dan PERKI 1/2021 sudah menjamin secara hukum bahwa dasar permohonan informasi publik menggunakan PERKI yang baru yaitu PERKI 1/2021. Ucap Mariyus.
Kami PKN sangat menduga bahwa Kelima komisioner KI Sumatera Utara ini tidak baca secara utuh dan menyeluruh seluru isi dan pasal-pasal yang ada dalam PERKI 1/2021 tersebut, sehingga tanpa memegang pedoman hukum yang jelas dengan liar dan gampang mengeluarkan pendapat yang tidak berdasar hukum tersebut dalam persidangan dan mempertontonkanya kepada rakyat/audinesi, ini sangat memalukan. Seharusnya seorang penegak dan pemutus hukum itu harus menunjukan profesionalitas dan keahlianya melalui pendapatnya yang berdasarkan hitam diatas putih (hukum) bukan berdasarkan persepsi dan logika semata. Kalau hal ini dibiarkan sangat berbahaya bagi kita semua, apa yang dijaminkan oleh UU 14/2008 tentang keterbukaan informasi sangat sulit kita dapatkan.
Mariyus menambahkan bahwa, Jika Pendapat kelima komisioner ini kemudian dijadikan putusan terhadap sengketa kami, maka ini sudah dapat dikategorikan bahwa mereka (komisioner) tidak mandiri dan profesional serta tidak adil dalam memutus sengketan informasi, dan ini bisa dikategorikan sebaga Pelanggaran Kode Etik Anggota Komisi Informasi dan akan kami laporkan kepada Majelis Kode Etik Sesuai PERKI 2/2016 tentang Kode Etik Anggota Komisi Informasi.
Sebab menurut kami, Pendapat para komisioner tersebut sengaja memperkuat alasan Termohon yang tidak memberikan informasi yang kami mohonkan karena tidak sesuai Perki 1/2021 tanpa memperhatikan Pasal 62 tentang Aturan Peralihan dan Pasal 63 tentang Aturan Penutup dari PERKI 1/2021 tersebut. Pungkas Mariyus Giawa dan menutup pembicaraanya. (giru)
279 total views, 2 views today