Pemilik Perekebunan di Desa Menjalin, Kecamatan Parenggean KOTIM Memasang Nama Kelompok Tani Berkat Menjalin Secara Diam-diam Tanpa Ijin.
indopers.net | Kotawaringin Timur (Kalteng) – Puluhan warga Menjalin geram kepada Hendrik alias Robert dan Anto/Aan pemilik perkebunan tanpa ijin diam-diam menggunakan nama Kelompok Tani Berkat Menjalin, Desa Menjalin, Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur, Senin (24/11/2025).

Letak kebun Hendrik alias Robert dan Anto /Aan ini berada di atas lahan yang berstatus HPK. Tepatnya di jalan PT. TASK 3 KM. 35, kebun Hendrik/Robert seluas 230 hektare, kebun pak Anto/Aan dengan luas kurang lebih 138 hektare. Total keseluruhan kedua kebun ini 368 hektare dan dipastikan tidak mengantongi ijin karena di kawasan HPK.

Ketika dijumpai media ini di lapangan Ketua Kelompok Tani Berkat Menjalin Ondo mengatakan, ” Kami anggota kelompok Tani Berkat Menjalin kaget setelah melihat ada papan informasi Berkat Menjalin terpasang di kebun pak Hendrik alias Robert ini,
Kami keberatan dengan adanya spanduk yang menggunakan nama kelompok Tani Berkat Menjalin tanpa seijin kami,” jelas Ondo

Hairil menambahkan,”Sepertinya pak Hendrik alias Robert ini sengaja ingin berlindung dibalik legalitas Kelompok Tani Berkat Menjalin untuk menghindari tim Satgas PKH,” ujar Hairil
Lanjut Hairil,” Kami keberatan atas pemasangan spanduk yang bertuliskan Berkat Menjalin. Kalau ini benar kelompok Tani Berkat Menjalin, berarti kami boleh memanen buah di kebun ini,” ujarnya
” Di hari ini spanduknya sudah dilepas namun bekasnya masih ada. Sepertinya pemilik perkebunan ini ketakutan karena merasa bersalah,” kata Hairil.

Saat ditemui warga di mes kebun Anto/Aan pengawas (Apao) mengatakan,” Kemarin kita mencari solusinya pengen menjadi anggota kelompok Tani, jadi sesuatunya bisa jadi pemasukan untuk desa, kalau tidak boleh tidak apa,”katanya Apao

Sementara pengawas kebun pak Hendrik/Robert (Hendra Gunawan) saat itu tidak ada ditempat.
Dalam hal ini sudah jelas sangsi bagi orang yang menanam sawit di kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) tanpa izin resmi dapat dikenai sanksi berat berupa pidana penjara dan/atau denda yang besar, berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, termasuk Undang-Undang Cipta Kerja dan peraturan turunannya.
Sanksi tersebut meliputi:
Sanksi Pidana: Pelaku dapat dijerat dengan hukuman pidana penjara hingga maksimal 5 tahun.
Sanksi Denda: Selain pidana penjara, pelaku juga dapat dikenai denda hingga maksimal Rp 7,5 miliar.
Denda Administratif: Pemerintah juga memberlakukan denda administratif sebesar Rp 25 juta per hektare untuk kebun sawit yang berada di dalam kawasan hutan secara ilegal, sebagai bagian dari upaya penataan dan penyelesaian masalah sawit dalam kawasan hutan.

Penyitaan Lahan: Lahan yang digunakan untuk perkebunan sawit ilegal di kawasan hutan dapat diambil alih oleh negara.
Penting untuk dicatat bahwa HPK pada dasarnya adalah kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi, namun proses konversi tersebut harus melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan yang sah sesuai peraturan perundang-undangan (seperti PP No. 23 Tahun 2021) agar status lahannya menjadi Area Penggunaan Lain (APL) dan legal untuk ditanami sawit. Tanpa proses pelepasan yang sah, penanaman sawit di kawasan HPK tetap dianggap ilegal.
Namun, UU Cipta Kerja juga memberikan solusi bagi petani sawit rakyat yang telah menanam sawit di kawasan hutan secara terus menerus selama minimal lima tahun sebelum UU tersebut disahkan, di mana mereka dapat dikenakan sanksi administratif dan bukan sanksi pidana.
(Umar k)
447 total views, 447 views today






