Dalam Rangka Peringatan Hari Anak Sedunia, Diskominfo Kabupaten Sidoarjo Berkolaborasi Dengan Lembaga Jurnalis JOSS di SMPN 1 Sidoarjo Untuk Pengenalan Literisasi Digital.

Dalam Rangka Peringatan Hari Anak Sedunia, Diskominfo Kabupaten Sidoarjo Berkolaborasi Dengan Lembaga Jurnalis JOSS di SMPN 1 Sidoarjo Untuk Pengenalan Literisasi Digital.

indopers.net | SIDOARJO (JATIM) — Upaya memperkuat ketahanan informasi di kalangan pelajar terus digencarkan, melalui kegiatan Jumpa Pers 2025 bertema “Klik Cerdas Tanpa Bias: Kolaborasi Kominfo dan Jejaring Pers untuk Menangkal Hoaks”, yang digelar di Aula Laboratorium Matematika SMP Negeri 1 Sidoarjo, Kamis (20/11/2025).

Kegiatan ini diikuti 100 pelajar pengurus OSIS yang mendapat pembekalan langsung dari pemateri profesional lintas lembaga, dengan fokus utama membangun literasi digital sejak usia sekolah.

Acara dibuka oleh Kepala SMPN 1 Sidoarjo, Matnuri, S.Pd., M.Pd., dan menghadirkan narasumber dari Sekretaris Komisi D DPRD Sidoarjo, Zahlul Yussar, S.I.Kom., Dinda Bestari, narasumber dari Diskominfo Kabupaten Sidoarjo, serta Ketua Jurnalis Online Siber Sidoarjo (JOSS), Agus Susilo, SE.

Dalam paparannya, Zahlul Yussar menegaskan bahwa hoaks bukan hanya kabar bohong, tetapi ancaman serius yang dapat memecah belah masyarakat.

“Langkah pertama dalam mencegah hoaks, adalah bersikap kritis terhadap setiap informasi yang diterima, terutama yang berisi judul sensasional, provokatif, atau berlebihan,” ujar Yussar, yang langsung disambut riuh tepuk tangan para pelajar.

Ia menjelaskan bahwa pelajar wajib mengenali tanda-tanda informasi palsu, mulai dari tidak adanya data pendukung hingga sumber anonim yang tidak jelas kredibilitasnya.

Ia menambahkan bahwa verifikasi silang harus menjadi kebiasaan, termasuk menggunakan kanal cek fakta dari Mafindo, Kominfo, atau media arus utama.

“Dengan kebiasaan mengecek, berpikir kritis, dan tidak mudah terprovokasi, masyarakat dapat berperan aktif menghentikan penyebaran hoaks dan menjaga ruang digital tetap sehat serta informatif,” pungkasnya.

Sementara itu, narasumber Diskominfo Sidoarjo, Dinda Bestari, menggarisbawahi bahwa literasi digital merupakan bagian penting dalam membentuk generasi yang adaptif dan cerdas dalam menyaring informasi.

Dalam pemaparannya, Dinda menekankan komitmen pemerintah daerah untuk memberikan edukasi berkelanjutan di sekolah-sekolah.

“Harapan Pemkab, pengguna media digital atau sosial media terutama di tingkat pelajar untuk berpikir cerdas, guna mengubah masyarakat dari konsumen pasif menjadi masyarakat yang kritis, waspada, dan berpengetahuan luas,” ujarnya, kembali disambut tepuk tangan peserta.

Dinda juga menyinggung pentingnya perlindungan data pribadi dan kewaspadaan terhadap disrupsi informasi di era digital.

Diskominfo, lanjutnya, menggandeng organisasi pers serta DPRD untuk memperkuat kampanye anti-hoaks agar mampu menjangkau generasi muda secara lebih efektif.

Ketua JOSS, Agus Susilo, dalam sesinya mempertegas bahwa etika digital menjadi benteng utama dalam mencegah hoaks menyebar begitu cepat di ruang maya.

“Disadari atau tidak, media sosial bagian dari kehidupan kita. Bagaimana kita menyikapinya dengan bijak untuk menangkal hoaks, yaitu dengan membangun etika bermedia sosial,” ujarnya.

Agus menjelaskan bahwa pelajar harus memahami konsekuensi moral dan sosial dari setiap unggahan yang mereka bagikan.

Ia mengingatkan bahwa setiap orang wajib menimbang dampak positif maupun negatif dari informasi sebelum membagikannya kepada orang lain.

“Yang paling penting bagi kita, kita saring dulu segala informasi yang kita dapat sebelum kita bagikan dan kita sebarluaskan, dengan cara mencari sumber-sumbernya yang valid dan terpercaya,” imbuhnya disambut tepuk tangan meriah.

Agus juga mengingatkan bahwa produk pers memiliki tanggung jawab etik lebih kuat dibanding konten media sosial yang secara resmi tanpa dilengkapi dengan kode etik.

Ia menjelaskan bahwa kode etik jurnalistik dan undang-undang pers menjadi dasar kepercayaan publik terhadap media profesional.

“Kenapa produk pers sebagai pintu terakhir kepercayaan masyarakat, karena media pers dan wartawannya itu mempunyai kode etik, yang senantiasa wajib dijalankan setiap pekerjaannya. Dalam kode etik dan undang-undang khusus yang mengatur pers, ada konsekuensi sanksi dan hukum yang jauh lebih berat, jika pers tidak mengindahkannya. Belum lagi sanksi sosial masyarakat,” ungkap Agus.

Menurutnya, hal tersebutlah yang membedakan jurnalisme profesional dari konten digital biasa.

“Inilah yang membedakan produk jurnalistik atau produk pers dengan produk konten media sosial,” pungkasnya.

Sosialisasi literasi digital tangkal hoaks ini bukan hanya direspons animo positif bagi para peserta pelajar. Tentu saja acara ini menjadi sangat hidup meriah, ketika mereka begitu antusias berinteraksi dengan pertanyaan dan ungkapan – ungkapan berkualitas, atas pengalaman terpaan disrupsi informasi yang dialaminya.

Kegiatan ini menjadi momentum penting, untuk membangun budaya digital yang sehat dan bijak di kalangan generasi muda.

Para pelajar tidak hanya diajak memahami bahaya hoaks, tetapi juga dilatih menjadi agen perubahan melalui kebiasaan berpikir kritis, memeriksa sumber, dan mengedepankan etika digital.

Para peserta meninggalkan aula dengan pemahaman baru dari para pemateri, bahwa melawan hoaks bukan tugas pemerintah atau media, melainkan tanggung jawab semua individu, terutama para pelajar sebagai generasi penerus yang hidup di tengah arus informasi deras.

Dengan bekal edukasi ini, semangat “Saring sebelum Share” kembali digaungkan sebagai pesan moral setiap kali jari menyentuh layar gawai di tangan kita. (mbah mat)

 132 total views,  60 views today

indopers.net

Menyampaikan Kebenaran Yang Jujur Untuk Keadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!