Musim Hujan Tiba, Waspada Ancaman Leptospirosis: Masyarakat Pacitan Diminta Tetap Siaga

Musim Hujan Tiba, Waspada Ancaman Leptospirosis: Masyarakat Pacitan Diminta Tetap Siaga

indopers.net | Pacitan (Jatim) – Meredanya kasus DBD sejenak tidak boleh membuat masyarakat Pacitan lengah. Musim hujan yang mulai datang kembali meningkatkan resiko kasus Leptospirosis, terutama di daerah endemis. Meskipun sepanjang tahun 2025 baru tercatat 51 kasus Leptospirosis, namun apabila masyarakat lengah dalam menjaga pola hidup bersih dan sehat, maka kasus ini dapat meningkat.

Langkah Pencegahan yang Dilakukan Puskesmas:

  1. Sosialisasi: Puskesmas melakukan sosialisasi kembali kepada semua unsur masyarakat, baik secara langsung maupun melalui media, tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan cara pencegahan Leptospirosis.
  2. Pelacakan kasus terduga: Puskesmas melakukan pelacakan kasus terduga Leptospirosis untuk mengetahui sumber penularan dan melakukan tindakan pencegahan.
  3. Koordinasi dengan desa: Puskesmas berkoordinasi dan bekerja sama dengan desa terkait pelacakan kasus maupun sosialisasi pencegahan Leptospirosis.

Apakah leptospirosis merupakan wabah?
Saat ini tidak, namun tanpa upaya pencegahan, peningkatan jumlah kasus leptospirosis dapat terus meningkat hingga terjadi wabah. Satu bulan yang lalu, tepatnya di awal Maret 2023 media Indonesia digemparkan dengan kejadian leptospirosis di Pacitan yang kemudian meluas ke beberapa daerah di Jawa Timur seperti Probolinggo, Gresik, Malang, dan Lumajang. Hingga 5 Maret 2023 terdapat 249 kasus dengan 9 kasus kematian oleh leptospirosis yang tercatat Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Sebenarnya ini bukan wabah leptospirosis pertama. Kejadian Luar Biasa (KLB) leptospirosis biasanya muncul di musim hujan atau setelah bencana banjir besar. Angka kejadian leptospirosis di Indonesia juga sangat fluktuatif setiap tahunnya. Menurut data Kementrian Kesehatan, pada tahun 2016 kasus leptospirosis mencapai 830 kasus, lalu turun di 2017 menjadi 640 kasus, dan meningkat kembali di tahun 2018 menjadi 895 kasus. Adapun case fatality rate (CFR) atau jumlah orang yang meninggal dari jumlah orang sakit mencapai 16,88% di tahun 2017 dan 16,55% di tahun 2018. Dengan demikian, kita tetap harus mewaspadai penularan leptospirosis.

Bagaimana upaya pencegahan leptospirosis ?
Pencegahan dan pengendalian penularan leptospirosis dapat dilakukan pada 3 aspek utama yaitu hewan sebagai reservoir penyakit, rute penularan, dan manusia sebagai incidental host. Pertama kita bisa melakukan pemberantasan hewan pengerat terutama tikus dari lingkungan dan jika memungkinkan memisahkan hewan peliharaan yang terinfeksi. Kedua, pada jalur penularan dapat dilakukan dengan cara membersihkan tempat yang kemungkinan besar menjadi habitat atau sarang tikus dan menghindari kontak dengan tikus atau urin tikus atau hewan lain yang berisiko menularkan leptospirosis. Terakhir, pencegahan dan pengendalian leptospirosis pada manusia dapat dilakukan dengan mengenakan alat pelindung diri ketika melakukan kontak dengan hewan terinfeksi dan genangan air terutama akibat banjir, menutup luka dengan balut kedap air, membersihkan diri setelah menangani hewan yang terinfeksi, tidak makan atau merokok selama menangani hewan terinfeksi, dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Kondisi Pasien Leptospirosis:

  • Pasien Tn. S dari Desa Tanjung Lor yang dirawat di RSUD dr. Darsono saat ini sudah membaik dan telah dipindahkan dari ICU ke Bangsal Bougenville 1.

Masyarakat Pacitan diharapkan tetap waspada dan menjaga pola hidup bersih dan sehat untuk mencegah peningkatan kasus Leptospirosis. Dengan kerja sama antara puskesmas, masyarakat, dan pemerintah desa, diharapkan kasus Leptospirosis dapat terus ditekan dan tidak meningkat. (ttk)

 61 total views,  61 views today

indopers.net

Menyampaikan Kebenaran Yang Jujur Untuk Keadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!