Wakil Ketua DPRD Jatim Nonaktif Sahat Tua Simanjuntak Dituntut 12 Tahun Penjara.

Wakil Ketua DPRD Jatim Nonaktif Sahat Tua Simanjuntak Dituntut 12 Tahun Penjara.

indopers.net | Surabaya – Proses persidangan Sahat Tua Simanjuntak, wakil ketua DPRD Jawa Timur nonaktif, terdakwa kasus korupsi dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jatim memasuki tahap pledoi setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 12 tahun penjara.

Dalam agenda pledoi yang berlangsung di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Jumat (15/9/2023) itu, Sahat mencurahkan isi hatinya selama ia berada di dalam penjara.

“Kehidupan saya di penjara seperti sebuah kematian yang bersifat transisi. Yaitu suatu tingkatan kematian yang di bawah kematian sesungguhnya,” tutur Sahat dengan nada lirih.

Kematian yang dirasakan Sahat itu sejak ia ditetapkan tersangka korupsi oleh lembaga antirasuah melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) Desember 2023 lalu.

Baginya, saat penangkapan terjadi, Sahat menganggap petugas KPK seperti malaikat pencabut nyawa yang menjemput ajalnya.

“Perbedaannya, bila kematian yang sesungguhnya menjemput, kita tidak ada kesempatan untuk meminta dia atau meminta ampun untuk menebus dosa-dosa kita selama ini,” ujar mantan advokat itu.

Dalam agenda pledoi itu, Sahat sudah mengakui kesalahannya yang merugikan negara dan mengkhianati rakyat.

Politikus asal Golkar itu juga mengaku sudah memberi keterangan yang sebenarnya kepada Majelis Hakim.

Seakan ingin menguatkan hatinya sendiri, dan meyakinkan majelis hakim untuk memberikan putusan yang ringan baginya, Sahat mengutip ayat Alkitab Yakobus 1 ayat 13 dan 14.

“Dan saya menyadari, perkara yang menjerat saya ini bukanlah cobaan dari Tuhan. Karena ini adalah kesalahan saya,” ungkapnya.

Sahat Akui Terima 2,75 Miliar Rupiah di Sidang Pledoi Korupsi Dana Hibah Pemprov Jatim

Dalam sidang pembacaan pledoi atau nota keberatan atas tuntutan, Sahat Tua Simanjuntak, wakil ketua DPRD Jawa Timur nonaktif, terdakwa kasus korupsi dana hibah APBD Pemprov Jatim menyampaikan sejumlah sanggahan.

Sahat menyanggah kalau dia tidak menerima uang senilai Rp39,5 miliar seperti yang didakwakan Arif Suhermanto Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Saya menyatakan bersalah, tapi saya izin mengklarifikasi jumlah nominal yang didakwakan kepada saya bukan sebesar Rp39,5 miliar,” ucap Sahat dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya, Jumat (15/9/2923).

Politikus asal Golkar itu mengaku hanya menerima uang senilai Rp2,75 miliar. “Yang saya terima dari Abdul Hamid dan Ilham (terdakwa sebelumnya) secara tidak langsung hanya sepanjang tahun 2022 melalui saudara Rusdi hanya sebesar 2,75 miliar,” tutur Sahat.

Sahat merinci uang yang ia terima selama tahun 2022 awalnya, Rp1 miliar kemudian Rp250 juta via transfer ke rekening Rusdi staf ahli Sahat. Lalu Rp500 juta tunai dan Rp1 miliar waktu OTT.

“Sedangkan sisanya 36 miliar sebagaimana kesaksian saudara Hamid dan saudara Een Ilham diberikan pada almarhum Kosim (mantan pegawai Biro Administrasi Pembangunan Provinsi Jatim) uang itu tidak pernah saya terima,” imbuhnya.

Sahat kembali menyatakan kalau ia tidak pernah mengenal dan bertemu Kosim. Menurut Sahat hal itu tidak sesuai fakta persidangan yang disampaikan Abul Hamid dan Ilham Wahyu sebelumnya.

Sahat bilang penyidik KPK dan JPU pasti sudah memeriksa HP-nya dan pasti tidak ada rekam jejak digital atau bukti riwayat chat komunikasi antara dia dengan Kosim

“Dalam fakta persidangan saksi Abdul Hamid dan saksi Wahyudi hanya mengenal saya Tahun 2022 dan itu pun karena mereka berdua datang ke kantor saya,” katanya.

Oleh sebab itu dalam tuntutan JPU untuk memenjarakan Sahat selama 12 tahun dengan pengembalian uang 39,5 miliar kemudian denda Rp1 miliar dan sanksi pelarangan politik selama lima tahun dirasa berat baginya.

“Itu hukuman yang sangat berat bagi saya dan keluarga. Saya tidak pernah menerima uang sebesar itu, bagaimana saya bisa mengakui sesuatu yang tidak pernah saya tahu dan tidak pernah saya terima,” ucapnya.

Sementara itu Boby Ketua Tim Kuasa Hukum Sahat juga menyampaikan keberatan terhadap sejumlah poin tuntutan.

Terutama terkait tuduhan Sahat memerintahkan orang kepercayaannya Kosim (almarhum) dan Rusdi untuk berhubungan langsung dengan koordinator lapangan (korlap) kelompok masyarakat (pokmas).

“Dari fakta persidangan yang ada, tidak satupun saksi yang menyebutkan dan bisa membuktikan terdakwa (Sahat) menyuruh untuk mencari korlap pokmas,” kata Bobby

Tudingan bahwa Sahat mengenal almarhum M.Kosim juga dibantah melalui pledoi-nya.

“Faktanya, terdakwa tidak mengenal M. Kosim. Asumsi tersebut hanya berdasarkan kesaksian dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi. Terdakwa sendiri juga sudah membantahnya pada persidangan sebelumnya,” ujar Bobby.

Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Sahat Tua Simanjuntak 12 tahun penjara dalam kasus korupsi pengelolaan dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Jaksa juga menuntut pencabutan hak politik dari Wakil Ketua DPRD Jawa Timur nonaktif itu selama 5 tahun setelah menjalani pidana.

Surat tuntutan itu dibacakan oleh Arif Suharmanto Jaksa KPK di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dalam tuntutan itu, Sahat dijerat dengan Pasal 12 a juncto Pasal 18 Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (mansur)

 276 total views,  1 views today

indopers.net

Menyampaikan Kebenaran Yang Jujur Untuk Keadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *