BADKO HMI JATIM Tuntut Izin Ponpes di Galis Ditinjau Ulang, Minta “Lora Cabul” Segera Ditangkap dan Dikebiri
indopers.net | Surabaya – Gelombang kemarahan masyarakat dan wali santri memuncak terkait dugaan kasus kekerasan seksual yang terjadi di sebuah Pondok Pesantren di Kec Galis Kab Bangkalan Provinsi Jawa Timur. Lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi benteng moral tersebut kini dinilai gagal total menjadi ruang aman bagi para santri.
Desakan keras kini diarahkan kepada Kementerian Agama (Kemenag) untuk segera meninjau ulang, bahkan membekukan izin operasional pesantren terkait jika terbukti melakukan pembiaran. Bersamaan dengan itu, tuntutan agar aparat kepolisian segera menangkap terduga pelaku—seorang oknum putra kiai (Lora)—dan menjatuhkan hukuman kebiri kimia kian nyaring terdengar.
Krisis Keamanan di Ruang Lingkup Pesantren
Kasus ini mencuat setelah sejumlah korban memberanikan diri bersuara mengenai tindakan asusila yang diduga dilakukan oleh [Lora Predator ], yang dikenal sebagai tokoh berpengaruh di lingkungan pesantren tersebut.
”Pesantren di Galis Bangkalan ini sudah tidak lagi menjadi ruang aman. Jangan ciderai marwah pesantren orang tua santri menititipkan untuk belajar agama, bukan untuk menjadi korban predator seksual yang bersembunyi di balik jubah agama,” ujar [Ketua Badko HmI Jatim Bidang Pemberdayaan Ummat dan Keagamaan Moh.Agus Efendi],
dia menilai adanya relasi kuasa yang timpang membuat para santri takut melapor. Status pelaku sebagai “Lora” seringkali dimanfaatkan untuk membungkam korban dan menutupi kejahatan yang terjadi di balik tembok pesantren.
Tuntutan Tegas: Tangkap dan Kebiri
Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI JATIM )menuntut aparat penegak hukum tidak pandang bulu dalam menangani kasus ini. Mereka meminta polisi segera melakukan penangkapan dan penahanan terhadap terduga pelaku untuk mencegah bertambahnya korban atau hilangnya barang bukti.
Lebih jauh, mereka juga mendesak agar Jaksa Penuntut Umum nantinya menuntut hukuman maksimal, termasuk penerapan Hukuman Kebiri Kimia sesuai dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
”Kejahatan seksual terhadap anak di lingkungan pendidikan adalah kejahatan luar biasa. Penjara saja tidak cukup. Harus ada efek jera maksimal berupa kebiri kimia bagi predator anak, apalagi yang menyalahgunakan status tokoh agama,” tegas Ketua Bidang Pemberdayaan Ummat Moh.Agus Efendi.
Evaluasi Total Izin Operasional
Kasus ini juga memicu kritik keras terhadap mekanisme pengawasan pesantren. Kemenag diminta tidak hanya diam menunggu laporan, melainkan proaktif melakukan investigasi menyeluruh.
Warga menuntut agar:
- Izin Operasional Ponpes Ditinjau Ulang: Jika manajemen pesantren terbukti melindungi pelaku atau gagal menciptakan sistem perlindungan anak, izin harus dicabut.
- Pendampingan Korban: Pemerintah daerah wajib memberikan trauma healing dan jaminan keamanan bagi korban dan saksi.
- Transparansi Hukum: Kepolisian diminta membuka perkembangan kasus ini secara transparan kepada publik agar tidak ada intervensi dari pihak manapun.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian setempat masih melakukan penyelidikan, sementara ketegangan di masyarakat Galis terus meningkat menanti keadilan bagi para santri. (giru)
55 total views, 55 views today






