Polisi Penganiaya Nurhadi Jurnalis Tempo Divonis 8 Bulan Penjara dan Bayar Restitusi, Korban Nilai Tak Sebanding
indopers.net | Surabaya – Dua terpidana polisi penganiaya Nurhadi jurnalis Surabaya membayar restitusi atau ganti rugi senilai Rp13 juta. Penyerahan restitusi diwakili pihak keluarga terpidana itu dilaksanakan pada Rabu (4/10/2023) di Kantor Kejaksanaan Negeri Tanjung Perak, Surabaya.
Yulistiono Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Jatim) menyebut, besaran restitusi ini sesuai putusan sidang di Pengadilan Negeri Surabaya 2022 lalu.
“Kita eksekusi badan terhadap para terpidana Mei 2023. Masih ada besaran restitusi yang harus dibayarkan. Sampai Oktober kemarin keluarga menyampaikan mau membayarkan restitusi itu. Kita menghubungi LPSK,” jelas Yulistiono.
Secara rinci, dua polisi membayar restitusi untuk Nurhadi sebesar Rp13.819.000. Selain itu, terpidana juga membayar ganti rugi kepada “F” saksi yang turut jadi korban senilai Rp21.650.000.
Hingga kini, kedua terpidana Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi masih menjalani hukuman penjara pascaputusan Mahkamah Agung 16 November 2022 yang menolak permohonan kasasi keduanya.
MA menjatuhkan pidana penjara masing-masing delapan bulan untuk dua terpidana.
Sementara Nurhadi, jurnalis Tempo yang jadi korban penganiayaan polisi itu tetap mengapresiasi lembaga bantuan hukum, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan semua anggota aliansi anti kekerasan terhadap jurnalis yang mengawal kasusnya hingga diberi restitusi.
Meski, angka 13 juta yang diberikan atas kerugian alat peliputan imbas dirusak aparat, tak sebanding dengan dokumen-dokumen berita yang dihapus. Termasuk selama setahun lebih dia harus diungsikan dan tak bekerja selama proses hukum kasusnya berjalan.
“Itu penggantian selama kerusakan alat kerja saya. Handphone, data-data, itu yang penting. Karena banyak data liputan yang saya tidak bisa liputan lagi. Karena sudah terhapus. (Kerugian) itu tidak ternilai dengan uang,” terangnya.
Ke depan ia berharap kasusnya sebagai kekerasan terhadap jurnalis pertama yang ditangani sampai inkrah, tak terulang apalagi dilakukan aparat kepolisian.
“Saya berharap tidak ada lagi kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan aparat kepolisian. Polisi harusnya mengayomi. Dia tahu undang-undang dan jurnalis bekerja dilindungi undang-undang. (Polisi) Tidak boleh semena-mena. Tidak boleh (melakukan) tindakan apapun selama jurnalis melakukan kerja jurnalistik,” tambah Hadi.
Sekadar diketahui, kasus ini bermula ketika Nurhadi menjalankan tugas investigasi keberadaan Angin Prayitno Aji eks Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu dalam acara pernikahan anaknya di Gedung Samudra Bumimoro, Krembangan, Surabaya pada Sabtu, 27 Maret 2021.
Belasan aparat kepolisian dan panitia acara yang mengetahui keberadaan Nurhadi, kemudian mengintimidasi berupa memukul, mencekik, menendang, merusak alat kerja, menyekap, hingga mengancam pembunuhan.
Dari belasan pelaku, hanya dua yang berhasil ditindak secara hukum. Majelis hakim memvonis keduanya 10 bulan penjara dan menilai kedua terdakwa bersalah melanggar tindak pidana pers sebagaimana Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
(mansur)
131 total views, 1 views today