Bongkar Dugaan Korupsi Krakatau Steel, Menteri Erick Disarankan Nonaktifkan Dulu Silmy Karim
indopers.net, Jakarta – Langkah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir akan membongkar indikasi korupsi di PT Krakatau Steel (Persero), mendapatkan dukungan dari Direktur Rumah Politik Indonesia, Emas Fernando Emas. Alasannya, agar perusahaan pelat merah itu semakin baik dan dapat memenuhi kebutuhan baja dalam negeri.
“Saya tegaskan sekali lagi saya sangat mendukung langkah Erick untuk melakukan bersih-bersih di Krakatau Steel agar perusahaan baja tersebut semakin baik dan dapat memenuhi kebutuhan baja dalam negeri, kan aneh jika dukungan ini disebut sebagai antek asing,” kata Fernando dalam keterangannya, Minggu (10/10/21).
Fernando mengaku beberapa waktu belakangan ini dirinya diserang baik secara politis maupun pribadi, lantaran mengomentari terkait Krakatau Steel yang informasi didapatkanya dari sebuah kajian.
“Lucu juga ya ketika saya berkomentar mengenai Krakatau Steel yang didasari oleh info yang saya terima, kajian dan diskusi dengan beberapa kawan serta refrensi dari jejak digital yang bersebaran di dunia maya dan yang akhirnya Erick Thohir yang memberikan kita info tentang adanya proyek di Krakatau Steel yang merugi triliunan tiap tahun,” paparnya.
Dia pun memastikan sangat mendukung langkah Erick untuk melakukan bersih-bersih di Krakatau Steel agar perusahaan baja tersebut semakin baik.
Bahkan, ia secara terang-terangan menyarankan, agar Menteri Erick dapat menonaktifkan Direktur Utama Silmy Karim dalam proses penyidikan di internal Krakatau Steel.
“Saya sarankan menonaktifkan Silmy Karim jika proses penyidikan ini berlangsung. Jika kita mau fair hasilnya. Jika memang tidak ada temuan, kan tinggal diaktifkan kembali, gitu aja kok repot,” pungkas Fernando.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk memiliki utang sebesar Rp 31 triliun. Menurut dia, utang itu sekaligus mengindikasikan bahwa pernah ada tindakan korupsi pada perseroan.
Indikasi korupsi ini terdapat pada proyek pembangunan pabrik baja sistem tanur tinggi (blast furnace) yang memakan dana sebesar 850 juta dollar AS atau sekitar Rp 12,16 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dollar AS).
Pabrik yang proyek pembangunannya dimulai dari 2012 itu, awalnya ditargetkan beroperasi di 2015, namun pada akhirnya dinyatakan gagal di akhir 2019 lalu. Alhasil, dari proyek ini membuat utang menumpuk hingga mencapai 2 miliar dollar AS atau Rp 31 triliun.
“Krakatau Steel itu punya utang 2 miliar dollar AS, salah satunya karena investasi 850 juta dollar AS ke proyek blast furnace yang hari ini mangkrak. Ini hal-hal yang tidak bagus dan pasti ada indikasi korupsi,” kata Erick dalam webinar Bangkit Bareng, Selasa (28/9/21).
Dia memastikan, terkait indikasi korupsi yang membuat perusahaan merugi tersebut, akan terus dikejar dan diselesaikan secara hukum. Sehingga pihak-pihak yang terlibat juga bisa diminta pertanggungjawabannya.
“Kita akan kejar siapa pun yang merugikan, karena ini kembali bukannya kita ingin menyalahkan, tapi penegakan hukum kepada bisnis proses yang salah harus perbaiki,” kata Erick.
450 total views, 3 views today